Parpol Bertekad Perangi Korupsi

Banyak pemimpin dan elite partai politik yang terjerat kasus korupsi. Kendati begitu, dalam kampanye Pemilu 2014, partai-partai politik bertekad memerangi korupsi. Komisi Pemberantasan Korupsi pun mengingatkan partai politik untuk tidak mengulangi kesalahan sebelumnya.

Partai Demokrat, misalnya, tetap menegaskan komitmennya untuk menyatakan ”Tidak pada Korupsi”.

Anggota Dewan Pembina Partai Demokrat, Pramono Edhie Wibowo, di Jakarta, Selasa (18/3), menegaskan, ”Partai Demokrat tetap mengatakan ’tidak pada korupsi’. Itu sesuai slogan partai kami sebagai partai cerdas, santun, dan bersih.”

Menurut Edhie, versi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), ada 20 kader Partai Demokrat yang tersangkut kasus korupsi, menempatkan mereka di urutan ketiga, atau versi Indonesia Corruption Watch yang menempatkan mereka di urutan kedelapan. Demokrat pun berjanji akan melanjutkan pembersihan partai dari kader-kader yang mengotori baju Demokrat. ”Silakan KPK atau lembaga hukum lain untuk menindaklanjuti bukti yang ada,” kata Edhie.

Ia menegaskan, penguatan KPK juga menjadi agenda Demokrat ke depan.

Partai Keadilan Sejahtera juga tetap tidak akan menoleransi kader yang terbukti melakukan tindak pidana korupsi. PKS kini sudah memiliki perangkat untuk mencegah kader melakukan tindak pidana korupsi. ”Kami tidak akan menolerir kader yang melakukan tindak pidana korupsi,” kata Ketua DPP PKS Abdul Hakim.

PKS mempunyai mekanisme pemberian sanksi terhadap kader yang terbukti korupsi, yaitu pemecatan. PKS juga mempunyai perangkat untuk mencegah kader melakukan korupsi. PKS memiliki Dewan Syariah dan Badan Penegak Disiplin Organisasi.

Ketua DPP Partai Bulan Bintang Tumpal Daniel menegaskan bahwa PBB mendukung hukuman mati untuk koruptor. ”Salah satu kontrak sosial dari calon legislator PBB di seluruh Indonesia adalah mundur dari anggota DPR/DPRD apabila melakukan korupsi, asusila, dan kinerja di Dewan tidak produktif untuk kepentingan rakyat,” katanya.

Menurut Daniel, penguatan KPK salah satunya adalah dengan menjadikan institusi KPK sebagai lembaga negara yang permanen.

Wakil Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan Lukman Hakim Saifuddin mengungkapkan, komitmen pemberantasan korupsi di PPP sudah dibuktikan sejak awal. Fraksi PPP ikut menginisiasi pembentukan peraturan dan lembaga anti korupsi, seperti penerbitan Ketetapan MPR mengenai Pemberantasan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) dan lahirnya KPK.

Dalam perjalanan waktu, tambah Lukman, salah satu anggota PPP terkena kasus korupsi dan ditangkap KPK. ”Kami sangat terpukul. Sejak itu, kami merasa betul-betul harus serius memerangi itu,” tambahnya.

Lukman mengungkapkan, pihaknya kemudian membuat pakta integritas yang ditandatangani semua anggota DPR. Pakta integritas itu juga diberlakukan untuk semua calon anggota legislatif (caleg) yang ada saat ini. Jika suatu saat ditemukan menjadi tersangka dalam suatu kasus, caleg harus mengundurkan diri.

Terkait isu revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, kata Lukman, PPP tegas menolak pengurangan kewenangan KPK, baik dalam hal penyadapan maupun penyelidikan.

Secara terpisah, Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Tjahjo Kumolo menyatakan, penyelenggaraan negara yang bertanggung jawab, bersih, dan berwibawa menjadi salah satu arah politik dan program partainya. Arah politik dan program itu tertuang dalam hasil Kongres III PDI-P tahun 2010 di Bali.

Wakil Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto menambahkan, laporan dana kampanye dari caleg betul-betul diminta untuk dilaporkan. Partai kemudian melaporkannya ke Komisi Pemilihan Umum (KPU). Figur tokoh anti korupsi, seperti Teten Masduki yang direkrut partai, juga telah diminta membuat mekanisme akuntabilitas di partai.

Sekjen Partai Amanat Nasional Taufik Kurniawan mengatakan, agenda pemberantasan KKN sudah menjadi filosofi gerakan dan menjadi platform partai mengingat PAN adalah partai yang dilahirkan dari gerakan reformasi. ”KKN itu istilah yang dipopulerkan tokoh reformasi, Pak Amien Rais. Karena itu, gerakan anti korupsi sudah masuk dalam AD/ART kami,” kata Taufik.

Saking berhati-hatinya untuk menjauhi korupsi, dalam implementasinya PAN tak pernah memberlakukan pungutan ”uang perahu” dalam pemilihan kepala daerah. ”Jika ada yang sampai korupsi atau ketahuan memungut uang perahu, akan dicopot dan diganti dari kepengurusan,” kata Taufik.

PAN juga tak memberlakukan ”uang perahu” dari para caleg.

Sementara itu, Partai Kebangkitan Bangsa siap menjalin kerja sama dengan KPK untuk memberikan pembekalan dan pengarahan demi mencegah kemungkinan praktik korupsi di lingkungan partai. ”Kalau ada kader partai yang menjadi tersangka korupsi, akan langsung diberhentikan. Terapi kejut perlu diterapkan agar semangat anti korupsi meresap dalam diri semua kader,” kata Ketua Fraksi PKB Marwan Jafar.

Setelah pemilu legislatif, para caleg terpilih akan diberi pembekalan dan pengarahan dari KPK.

Wakil Ketua Umum Partai Golkar Fadel Muhammad mengatakan hal senada. Menurut Fadel, Golkar tidak memberikan toleransi terhadap kader yang terlibat korupsi.

Fadel menegaskan, partai tidak korupsi, tetapi oknum-oknum kader yang melakukan korupsi. Ini yang harus ”dibersihkan” supaya nama partai tetap jaya.

Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) mengaku telah memiliki sistem pengawasan internal partai untuk memantau kerja kadernya. Kader partai yang mendapat indikasi korupsi akan dipanggil, dikonfirmasi, kemudian dikeluarkan dari partai apabila terbukti korupsi.

Menurut Ketua Bidang Ideologi dan Kaderisasi sekaligus pendiri PKPI, Nehemia Lawalata, sistem pengawasan orang per orang itu bekerja seperti sistem intelijen.

”Walaupun kekuatan finansial kami tidak sebaik partai lain, kami menjunjung mental anti korupsi,” kata Nehemia.

Ketua Umum PKPI Sutiyoso juga melarang anggota legislatif menerima apa pun selain gaji. ”Korupsi yang marak terjadi di lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif pada mulanya berawal dari partai politik. Sebagian besar mereka, kan, berasal dari politisi parpol,” kata Sutiyoso.

Peringatan KPK

Menanggapi hal itu, Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas meminta semua parpol peserta Pemilu 2014 tak lagi menghasilkan rezim korup dan memberikan janji-janji palsu. ”Pemilu 2009 yang menghasilkan rezim korup telah menyengsarakan rakyat secara nasional. Ini akibat rezim yang terus-menerus menipu rakyat dengan janji-janji tak masuk akal,” kata Busyro.

Semakin sistemiknya korupsi anggaran pendapatan dan belanja negara maupun daerah, hingga ke sektor pertambangan dan badan usaha milik negara, telah menimbulkan ketidakpercayaan rakyat terhadap rezim politik meskipun dihasilkan dari pemilu yang demokratis.

Untuk itu, menurut Busyro, yang diperlukan tak lagi sekadar janji anti korupsi dari parpol dan calon anggota legislatifnya, tetapi tindakan nyata partai politik dan calon anggota legislatif, seperti menolak politik uang. ”Jika realitas ini tak dijadikan titik balik dengan sikap jujur dan meninggalkan politik uang, parpol pemenang tetap akan menghadapi beban berat seperti rezim politik sekarang ini,” katanya.

Jika mau berbuat nyata, menurut Busyro, parpol dan caleg-calegnya harus mulai mengedukasi pemilih dengan tidak main sogok atau politik uang, memberikan janji palsu, dan menggadaikan agama.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *