Pelayanan Jaminan Kesehatan Nasional Amburadul

Pelayanan Jaminan Kesehatan Nasional AmburadulPelaksanaan sistem jaminan kesehatan nasional (JKN) melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dinilai masih amburadul. Kemarin, tiga orang anggota keluarga pasien mengeluhkan pelayanan yang mereka terima.

Pasalnya, meski telah mengantongi kartu gratis berobat dari pemerintah, mereka masih harus mengeluarkan uang untuk biaya rumah sakit hingga puluhan juta rupiah.

Seperti dialami M. Haris, 37, warga Johar Baru V RT 12/RW 4, Johar Baru, Jakarta Pusat. Pedagang susu kedelai keliling ini mengaku masih punya tunggakan di Rumah Sakit Thamrin sebesar Rp20 juta untuk mengobati ayahnya M. Bachrudin, 61, yang mengalami stroke.

“Dari total tagihan Rp40 juta, JKN hanya mengcover setengahnya, Dan sekarang saya harus melunasi sisanya sebesar Rp20 juta paling lambat April. Uang sebanyak itu bisa saya dapat dari mana?,” ujar Haris di Balai Kota DKI, kemarin.

Haris mengaku bingung harus mengadu kemana terkait kondisi yang saat ini ia alami. Pasalnya ketika ia mendatangi Dinas Kesehatan DKI, unit kerja tersebut berdalih bahwa hal itu telah menjadi tanggung BPJS. Namun kenyataannya pelayanan yang dijanjikan pemerintah belum ia dapatkan.




HAMPIR SETAHUN

Buruknya pelayanan kesehatan bagi warga miskin juga dirasakan Tri Paryadi, 31, warga Tebet, Jakarta Selatan, keluarga pasien lainnya. Sudah setahun terakhir terpaksa ia tidak mengobati penyakit kista ibunya. Pasalnya Faridah, 54, sang ibu masih harus mengantre untuk mendapat giliran operasi di Rumah Sakit Cipto Mangunkusuma (RSCM). “Sudah hampir setahun ibu saya tidak juga dipanggil RSCM untuk operasi. Selama ini saya hanya mengobati ibu saya dengan obat warung untuk menghilangkan rasa sakit,” tandasnya.

Hal sama dialami, Dimas, 28, warga Manggarai, Jakarta Selatan. Saat ini ia kelimpungan harus mencari uang sebesar Rp10 juta untuk mengeluarkan ibunya, Lestari, 45, dari RSCM. “Besok (red-hari ini) ibu saya sudah boleh pulang. Tapi saya harus bayar Rp10 juta. Jelas ini memberatkan,” ucapkan.

M. Josan dari LSM Indonesia Sejahtera mengatakan apa yang dialami ketiga keluarga pasien ini membuktikan belum maksimalnya pelayanan JKN yang digulirkan pemerintah. Menurut Josan hal ini terjadi lantaran tidak siapnya pemerintah menggulirkan program tersebut. Akibatnya masa transisi perubahan kebijakan ini merugikan warga miskin. Di sela warga miskin mengurus pemindahan kebijakan ini mereka dimasukkan ke dalam kategori pasien umum. Akibatnya mereka dikenakan biaya yang luar biasa, “Jelas ini menyengsarakan warga miskin,” kata Josan.




1,7 JUTA PENDUDUK

Secara terpisah, Endang Tidarwati, Direktur Kepesertaan BPJS Kesehatan mengakui jika sekitar 1,7 juta penduduk miskin hingga kini belum tercover program JKN. “Masih tersisa 1,7 juta penduduk yang memang belum masuk kelompok penerima bantuan iur atau PBI yang berjumlah 86,4 juta jiwa,” jelas Endang.

Selain para eks penerima Bansos, bayi-bayi yang lahir dari keluarga penerima PBI sampai saat ini juga belum masuk skema pembiayaan JKN tanggungan pemerintah. Karenanya, jelas Endang, BPJS Kesehatan tengah mengusulkan agar ada penambahan tanggungan pemerintah di luar kelompok PBI. Ini perlu dilakukan agar program JKN benar-benar bisa dinikmati manfaatnya oleh semua penduduk Indonesia termasuk mereka yang hidup miskin.


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed