Peri-peri Ayam Paella

Peri-peri Ayam PaellaSenang masakan pedas, namun kerap tersiksa oleh kekejamannya yang menusuk di perut? Santapan ”fusion” yang terinspirasi dari menu asal Portugis dengan saus peri-peri-nya bisa menjadi pilihan. Pedasnya judes, namun baik hati, seperti disajikan Casa de Peri.

Restoran Casa de Peri yang terletak di Kota Kasablanka di bilangan Kuningan, Jakarta Selatan, mengkhususkan pada sajian yang terinspirasi dari masakan Portugis. Chef Jonathan Lee dan Rony Moelyadi yang mengonsep menu menyebutnya sebagai fusion. ”Kami tidak bilang masakan kami otentik Portugis. Ini fusion, yang kami bikin versi kami sendiri, yang sudah diadaptasi dengan cita rasa Indonesia,” kata Chef Rony.

Yang masih tersisa dari kekhasan masakan Portugis adalah peri-peri, saus yang menggoda lidah itu.

Dari pilihan menu terlihat dominasi sajian yang berbasis ayam. Salah satu yang direkomendasikan adalah flame grilled chicken alias ayam bakar, dengan pilihan tingkat kepedasan sedang, cukup, sampai maksimal, yang diistilahkan ”triple x”. Seperti apa kira-kira?

Rupa ayam bakar ini serupa dengan ayam bakar yang biasa kita kenal. Permukaannya basah oleh saus olesan kental kecoklatan dan semburat tipis kehitaman sisa pembakaran. Saus olesan itu disebut saus peri-peri, yang menjadi kekhasan aneka menu di sini. Secara sekilas, aroma ayam bakar ini tak terlalu asing bagi mereka yang biasa mengonsumsi ayam bakar.

Begitu pun saat kita mencicipinya, pada awalnya tak terlalu berbeda dengan ayam bakar pada umumnya. Serat daging yang empuk sempurna dengan cita rasa rempah yang intensitasnya cukup memuaskan bagi lidah yang menggemari masakan berbumbu. Samar-samar ada aroma asap yang terendus saat kita melumatnya di dalam mulut.

Sensasi asam ke pedas

Berbeda dengan ayam bakar ala Indonesia, pada ayam bakar versi fusion ini juga ada sisipan rasa asam segar di antara kepadatan rasa rempah. Dijelaskan oleh Chef Lee, rasa asam itu berasal dari bahan berupa jeruk lemon dan jeruk nipis. ”Kami tidak menggunakan bahan pemberi rasa seperti cuka. Kami benar-benar mengandalkan produk alami,” kata Chef Lee.

Nah, pada rasa asam inilah letak sensasinya. Pada cecapan awal, lidah akan disentuh rasa asam. Sementara unsur pedasnya masih samar-samar membayang. Ia masih dalam taraf menyapa hangat, tetapi tak seseram istilah ”triple x” yang disebutkan tadi.

Tetapi, tunggu dulu. Cermati sejenak perkembangan cita rasa yang terjadi saat kita menyantapnya. Lama kelamaan, rasa pedas yang semula sekadar hangat, merayap perlahan merambati seluruh dinding rongga mulut dan lidah. Rupanya ayam bakar ini seperti membakar rongga mulut secara perlahan dengan api kecil yang kian membesar.

Jika kita terbiasa menyantap masakan pedas ala Indonesia, karakter pedasnya sebenarnya memiliki perbedaan. Pedas ala Casa de Peri ini cenderung bermain di seputar rasa panas saja, dengan sodokan yang terasa hingga ke lubang hidung dan telinga yang lama-lama menjadi berair. Sodokannya pun tidak seperti rasa wasabi yang menyentak. Sensasi panas dari pedas ini juga tidak memberi sengatan yang sengit menusuk seperti karakter pedas dari cabai Indonesia.

Bahkan, ketika tiba di perut, rasa panas dari pedas itu sama sekali tak terasa lagi. Bahkan, lada saja masih memberi rasa hangat yang awet di perut jika dibandingkan dengan pedas cabai yang digunakan dalam masakan Casa de Peri. Kita boleh berlega hati, sensasi kepedasan ternyata cukup bermain di wilayah mulut. Setiba di perut, si pedas rupanya berhati baik, tidak mengusik.

Untuk itu, Casa de Peri perlu memilih cabai khusus. Sementara ini menurut kedua chef itu, cabaia tersebut masih didatangkan dari India. ”Karena rasa dan baunya berbeda dengan cabai lokal, namun tidak menutup kemungkinan untuk menggunakan cabai lokal,” kata Chef Rony yang terus berupaya mencari jenis cabai lokal.

”Yang kami cari adalah cabai dengan bau yang beda, rasa tidak tajam, yang tidak langsung menyengat, tapi naik pelan-pelan pedasnya,” tambah Chef Jonathan.

Paella

Masih seputar ayam, Casa de Peri punya pilihan lain yang menarik untuk dicoba, yakni ayam goreng tepung yang renyah. Penampilannya serupa dengan ayam goreng tepung pada umumnya. Proses memasaknya cukup detail. Sebelum dipanggang, daging ayam di-marinate atau direndam dalam bumbu. ”Biar rasa bumbu meresap,” kata Chef Jonathan.

Cita rasa yang gurih menyusup hingga ke serat-serat dagingnya. Pilihan tingkat kepedasan tetap ada, namun tersaji terpisah yakni pada saus peri-peri yang menjadi cocolan. Meski begitu, tanpa saus cocolan ini kita bisa menikmatinya dengan bahagia tanpa si judes yang baik hati.

Di luar ayam, Casa de Peri menyajikan paella, yang dikenal sebagai nasi ala Spanyol. menu ini berupa nasi setengah matang yang dicampur dengan bawang bombay dan tomat. Beras yang dimasak menggunakan kaldu ayam menyodorkan rasa gurih sedap. Paella disantap bersama panggang ayam bagian dada. Dan seperti menu-menu lain, sebagai signature, atau paraf rasa Casa de Peri, paella juga nyaman disantap dengan peri-peri saus khasnya.

Untuk mendapatkan cita rasa saus yang khas, kedua chef itu melakukan semacam eksperimen selama 2 tahun. Mereka bersahabat lama sejak di Melbourne, Australia. ”Jika rasa (saus) belum kami rasa pas, kami akan mengulang dari awal,” kata Chef Jonathan menggambarkan seriusnya mereka mencari formula rasa yang pas.

”Kami sering traveling dan makan bareng.” Dari persahabatan lewat rasa itulah mereka menggagas untuk membuat formula saus yang pas untuk dipadu dengan menu ayam. Mereka lalu memberanikan diri berbagi rasa lewat Casa de Peri.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed