Bayi Usia Setahun Sudah Pahami Pertemanan

Bayi Usia Setahun Sudah Pahami PertemananAKSI, Jakarta: Hasil riset baru menunjukkan bahwa bayi berusia satu tahun lebih sudah memahami interaksi sosial rumit seperti pertemanan, mereka sudah memahami apa yang diketahui dan tidak diketahui orang lain dan berharap mereka berlaku sesuai.

Dalam studi itu, bayi usia 13 bulan yang melihat pertunjukan boneka dengan satu karakter menyaksikan yang lain berperilaku buruk ingin melihat saksi menjauhi penjahat. Tapi bayi-bayi itu tidak menginginkannya jika penjahat berlaku buruk ketika saksi sedang tidak melihat.

“Hampir semua bayi terlihat sangat khawatir ketika mereka melihat kekerasan boneka itu,” kata Yuyan Luo, psikolog dari University of Missouri dan salah satu penulis hasil studi itu.

Dalam studi itu, karakter Boneka A dan B berinteraksi terlihat berinteraksi secara bersahabat, tapi kemudian B memukul karakter yang disebut C.

“Bayi-bayi berpikir A harus melakukan sesuatu tentang itu jika mereka melihat B melakukan tindakan buruk,” kata Luo seperti dilansir laman Live Science.

Hasil penelitian itu menunjukkan bahwa bahkan sebelum bisa bicara dan berjalan, bayi terlihat sudah menunjukkan kecerdasan sosial.

Pada usia sekitar delapan bulan, bayi senang melihat yang melakukan kesalahan mendapat hukuman, dan mereka bisa membangun simpati untuk korban penggencetan pada usia 10 bulan.

Bayi yang masih sangat muda pun tampaknya memahami perspektif yang lain, bakat yang disebut “teori pikiran.”

Meski para peneliti pernah menduga teori pikiran tidak berkembang sampai usia prasekolah, studi yang lebih kini menunjukkan bahwa bakat itu mulai muncul pada usia tujuh sampai 18 bulan.

Kebanyakan studi tentang teori pikiran menggunakan percobaan yang disebut tugas “keyakinan palsu”, dimana satu bayi bisa melihat satu orang menaruh satu benda di tempat tersembunyi lalu meninggalkan ruangan dan sementara orang itu menjauh, orang lain memindahkan objek. Orang pertama kemudian kembali dan mencari ke lokasi awal atau lokasi baru.

Para peneliti melakukan pengujian kemana bayi dan anak-anak menginginkan orang itu melihat. Ini dilakukan untuk mengetahui apakah mereka memahami orang itu harusnya tidak tahu objek telah dipindahkan, atau, dengan kata lain, bahwa dia punya keyakinan yang salah tentang dunia.

Dalam studi yang baru, Luo dan mahasiswanya You-jung Choi membuat tugas keyakinan palsu serupa, tapi ini soal situasi sosial.

Interaksi kompleks

Dalam percobaan pertunjukan boneka, interaksi boneka A dan B pertama bersahabat, bertepuk tangan dan menari di sekitar yang lain.

Boneka B kemudian memukul Boneka C. Dalam beberapa kasus Boneka A berdiri di dekat, melihat perilaku buruk itu. Yang lain, Boneka A meninggalkan panggung dan tidak melihatnya.

Pada kondisi ketika Boneka B memukul Boneka C secara tidak sengaja. Dan akhirnya Boneka A dan B berkumpul lagi, dan A digambarkan berinteraksi baik dengan B atau menjauhi B.

Total 48 bayi usia 13 bulan menyaksikan pertunjukan itu saat para peneliti melacak seberapa lama bayi melihat A dan B setelah pemukulan itu.

Bayi-bayi praverbal secara umum menghabiskan lebih banyak waktu melihat hal-hal yang tidak terduga.

Dalam kasus ini Luo dan Choi menemukan bayi-bayi melihat lebih lama ketika A berlaku bersahabat setelah melihat B memukul C ketimbang setelah melihat A menjauhi B usai menyaksikan penggencetan.

Dengan kata lain, bayi-bayi terlihat menyadari bahwa A menyaksikan hal buruk terjadi dan berharap A memberikan respons sesuai.

Bayi-bayi itu juga menatap lebih lama ketika A menjauhi B ketika tidak melihat pemukulan.

“Bahkan meski bayi melihat B memukul C, bayi berharap A bermain lagi dengan B,” kata Choi.

Temuan itu mengindikasikan bahwa bayi-bayi tahu apa yang diketahui dan tidak diketahui oleh A. Mereka tidak ingin A menjauhi B, karena menyadari A tidak melihat B melakukan sesuatu yang salah.

Akhirnya, ketika pukulan itu tidak sengaja dilakukan, interaksi bayi terhadap A maupun B setara, ketika A menjauhi atau tetap baik pada B. Bayi-bayi tampaknya memahami pukulan itu dilakukan secara sengaja atau tidak serta pengetahuan A tentang itu, kata Luo.

Hasil studi yang dipublikasikan dalam jurnal Psychological Science pada 28 Januari itu termasuk di antara yang pertama dilakukan untuk menguji respons bayi terhadap interaksi sosial rumit, khususnya keyakinan palsu yang mungkin muncul dalam situasi sosial.

Itu adalah bakat-bakat yang membantu manusia melayari dunia sosial ketika mereka lebih tua, kata Choi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed