Penyadapan Bagi Pengemplang Pajak, Keterlibatan BIN Perlu Dikaji Ulang

Penyadapan Bagi Pengemplang Pajak, Keterlibatan BIN Perlu Dikaji UlangMenteri Keuangan dan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), Kamis (26/11) lalu, menandatangani nota kesepahaman (MoU) untuk mengamankan penerimaan perpajakan negara yang berlaku lima tahun.

“Tujuan utama dari kerjasama tersebut adalah mengoptimalkan peran BIN untuk mendeteksi (menyadap, memeriksa transaksi keuangan, dan menggali informasi ) wajib pajak yang diduga melakukan penggelapan pajak,” kata anggota Komisi I DPR RI Tubagus Hasanuddin, Rabu (2/12).

MoU ini, kata politisi PDI Perjuangan, patut diapresiasi dalam rangka menjunjung tinggi rasa keadilan dalam pengelolaan pajak oleh negara karena dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat luas. Tetapi, lanjutnya, penggunaan aparat BIN dalam melakukan penyadapan harus sangat berhati-hati, karena ada 2 isu besar yang patut menjadi perhatian kita semua.

“Pertama, tak semua wajib pajak dapat disadap oleh BIN. Penggelapan pajak merupakan sebuah tindakan yang melanggar hukum, jadi penyadapan BIN harus berdasarkan pada UU No. 17/2011 tentang Intelijen Negara pasal 32 ayat 3. ‎Intinya penyadapan harus dengan penetapan ketua pengadilan negeri,” kata pria yang akrab dipanggil TB ini.

Kemudian yang kedua, lanjut TB, perlu diperjelas dalam kategori apa wajib pajak yang melakukan penggelapan pajak dapat dimasukan sebagai sasaran penyadapan.

Lebih lanjut kata TB, wewenang penyadapan BIN menurut UU No. 17/2011 tentang Intelijen Negara pasal 31 mencantumkan bahwa sasaran yang dimaksud melakukan kegiatan yang dapat mengancam kepentingan dan keamanan nasional. Para pengemplang, bisa jadi tak punya niat untuk menghancurkan negara , jadi beda dengan teroris .

“Sebaiknya penyadapan dikelola lebih intens oleh Polri dan BIN dapat lebih fokus pada penanganan teroris yang makin marak,” tandasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *