Revisi UU Pilkada Dinilai Cuma Beri Bawaslu Kewenangan Kosong

Revisi UU Pilkada Dinilai Cuma Beri Bawaslu Kewenangan KosongPeneliti senior Para Syndicate Toto Sugiarto menilai kewenangan Badan Pengawas Pemilu yang disebut akan diperkuat dalam revisi Undang-undang Pilkada tak akan berpengaruh. Ia menyebut kewenangan yang akan diberikan itu adalah kewenangan kosong.

Menurut Toto, kewenangan Bawaslu untuk menerima, memeriksa dan memutuskan perkara politik uang yang terjadi dalam Pilkada, dengan sanksi terberat diskualifikasi atau pembatalan pencalonan, dimentahkan dengan aturan kampanye yang memperbolehkan calon dan tim kampanye membiayai sejumlah hal.

“Artinya Bawaslu mendapat kewenangan kosong. Karena yang akan diberi sanksi sudah dilegalkan,” kata Toto di Kantor Para Syndicate, Jakarta.

Pada Pasal 73 Ayat 1 UU Pilkada yang baru, disebutkan calon dan atau tim kampanye dilarang menjanjikan, memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi penyelenggara pemilihan dan atau pemilih.

Namun, dalam bagian penjelasan, yang dimaksud tidak termasuk memberikan uang atau materi lainnya meliputi pemberian biaya kampanye, biaya transportasi peserta kampanye, biaya pengadaan bahan kampanye pada pertemuan terbatas, dan atau tatap muka dan dialog, serta hadiah lainnya berdasarkan nilai kewajaran dan kemahalan suatu daerah yang ditetapkan dengan Peraturan KPU.

Jika terbukti, Pasal 73 Ayat 2 menyebutkan calon yang melakukan pelanggaran tersebut, berdasarkan putusan Bawaslu Provinsi dapat dikenai sanksi administrasi pembatalan sebagai pasangan calon oleh KPU Provinsi atau Kabupaten/Kota.

Dari pasal tersebut, Toto menyimpulkan praktik politik uang telah dilegalkan. Dalam arti lain, kata dia, Bawaslu tidak bisa memberikan sanksi kepada pasangan calon yang membagikan uang pada tempat kampanye yang disebutkan.

Dia pun menambahkan Peraturan Bawaslu atau KPU tidak akan menyelesaikan persoalan ini. Sebab, jika hanya diatur besaran atau jumlah nominal biayanya, maka praktik politik uang tetaplah legal dan membangun budaya politik transaksional.

“Misalnya tukang becak. Dia bisa berpikir ‘ah daripada ngebecak sehari tidak dapat Rp100 ribu lebih baik datang kampanye’,” ujarnya.

Toto menegaskan, pasal ini memperburuk kualitas demokrasi di tingkat lokal dan Indonesia secara umum. Menurutnya, pasal itu seharusnya mengatur larangan pemberian uang atau barang dari pasangan calon dan partai dalam bentuk apapun.

Kemarin, rapat paripurna DPR mengesahkan revisi UU Pilkada dengan catatan-catatan. Ketua Komisi II DPR RI Rambe Kamarulzaman dalam paparan laporan hasil pembahasan UU Pilkada menyampaikan, catatan tersebut berupa syarat dukungan pasangan calon bagi partai politik dan keharusan mundur bagi anggota dewan ketika ditetapkan sebagai calon.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *