Pilkada Cimahi Dianggap Relatif Aman

Pilkada Cimahi Dianggap Relatif AmanDari 101 daerah di seluruh Indonesia yang menyelenggarakan Pemilihan Umum Kepala Daerah serentak tahun 2017, Kota Cimahi dinilai sebagai salah satu daerah yang relatif aman dari konflik. Melalui pos anggaran hibah, Pemerintah Kota Cimahi mengalokasikan Rp 35,45 miliar untuk penyelenggaraan dan pengamanan Pilkada 2017.

Asisten Deputi Koordinator Pengelolaan Pemilu dan Penguatan Partai Politik Kemenko Polhukam Wardiyono mengatakan, Polri dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI telah membuat Indeks Kerawanan Pemilu. Dalam IKP itu, 101 daerah yang menyelenggarakan pilkada serentak 2017 diklasifikasikan pada tingkat kerawanan tinggi, sedang, dan rendah.

Menurut Wardiyono, Pilkada Cimahi 2017 termasuk pada kategori dengan tingkat kerawanan rendah. “Makanya saya pilih (kunjungan ke) Cimahi. Dari tiga kategori tadi, Cimahi ini bisa saya pakai sebagai bekal, bagaimana cara mengelola atau mengaturnya,” kata Wardiyono di Kantor Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Kota Cimahi, Jalan Cisangkan Hilir, Rabu 5 Oktober 2016.

Selain mengunjungi Panwaslu Kota Cimahi, tim dari Kemenko Polhukam juga mendatangi Kantor Komisi Pemilihan Umum Kota Cimahi, Kantor Pemerintah Kota Cimahi, dan Markas Polres Cimahi. Kunjungan tersebut dimasksudkan untuk memantau pentahapan pilkada serentak 2017.

Wardiyono menilai, secara umum konsep perencanaan dan penataan terkait penyelenggaraan Pilkada Cimahi 2017 sudah baik. Koordinasi antarlembaga pada Penegakan Hukum Terpadu (Gakumdu) yang terdiri atas unsur kepolisian, kejaksaan, dan Bawaslu juga sudah bagus, karena telah memiliki kesamaan persepsi terkait politik uang. Akan tetapi, dia menekankan, penyelenggara pemilu seperti KPU, Panwaslu, Pemkot Cimahi, maupun unsur-unsur Gakumdu mesti independen dan melaksanakan aturan. “Jangan sampai yang masuk Gakumdu sepakat dalam rapat, tapi di lapangan tidak sepakat,” ujarnya.

Secara keseluruhan, dia mengatakan, IKP pada pilkada serentak 2017 yang diselenggarakan di Pulau Jawa juga relatif aman. “Yang berpotensi rawan konflik itu tidak lebih dari 20 daerah lah. Yang tingkat kerawanan sedang sekitar 30-50 daerah. Kalau yang lain ya relatif aman, tapi bukan berarti tidak perlu kewaspadaan. Soalnya, daerah yang aman dalam IKP tadi kalau penyelenggaranya tidak netral kan otomatis menjadi rawan,” tuturnya.

Wardiyono menyebutkan, IKP ditentukan berdasarkan sejumlah aspek, seperti lokasi pilkada, karakteristik masyarakat, jangkauan pengamanan TNI/Polri, dan kredibilitas penyelenggara pilkada. Selain itu, dia pun menyoroti praktik politik uang yang dinilai sebagai pengerdilan masyarakat di mata kepala daerah.

“Misalkan memberi Rp 100.000 ke setiap orang, itu kan untuk dia menjabat selama lima tahun. Uang Rp 100.000 kalau dibagi 5 tahun, kemudian dibagi 12 bulan, dan dibagi lagi 30 hari, saya hitung hanya ketemu Rp 0,55. Itu kan lebih rendah dari pemberian untuk pengemis. Makanya, kalau calon pemimpin daerah memberi seperti itu, berarti dia sudah mengerdilkan atau merendahkan rakyatnya sendiri,” tuturnya.

Sementara itu, di Kantor Pemkot Cimahi Kepala Bagian Pemerintahan Setda Cimahi Saefullah menyebutkan, anggaran untuk pilkada disalurkan melalui pos anggaran hibah untuk KPU, Panwaslu, Desk Pilkada Pemkot Cimahi, dan TNI/Polri. Anggaran total Rp 35,45 miliar secara rinci dialokasikan untuk KPU Cimahi Rp 24,65 miliar, Panwaslu Cimahi Rp 6,3 miliar, Desk Politik Rp 1,5 miliar, Polres Cimahi Rp 2 miliar, dan Kodim 0609/Kabupaten Bandung Rp 1 miliar.

Selain mendukung Pilkada Cimahi 2017 melalui anggaran, Pemkot Cimahi juga mengirimkan sejumlah Aparatur Sipil Negara. Sebanyak 17 orang diperbantukan di KPU RI dan KPU Cimahi, 9 orang di Sekretariat Panitia Pemilihan Kecamatan, 6 orang di Panwaslu Cimahi, 15 orang di Panwas Kecamatan, serta 1.960 personel Linmas di seluruh tempat pemungutan suara.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed