Timses Anis-Uno Menguasai Strategi Kemenangan Pilkada

Timses Anis-Uno Menguasai Strategi Kemenangan PilkadaBagi setiap Partai Politik strategi dalam memenangkan Pemilihan Umum baik pada tingkat eksekutif maupun legislatif merupakan suatu hal yang harus dimiliki dan juga merupakan bagian dari Grand strategi Partai Politik.

Wujud dari strategi politik suatu partai adalah merebut suara hati rakyat untuk memperoleh kemenangan dan tercapainya tujuan politik bersama. Dengan demikian, kata strategi ini tidak hanya menjadi objek permanen para jenderal atau bidang militer saja, tetapi telah meluas ke segala bidang kehidupan.

Sebab, strategi pada dasarnya merupakan seni dan ilmu yang digunakan dan dikembangkan pada kekuatan-kekuatan lainnya seperti ideologi, politik, ekonomi, sosial-budaya dan pertahanan-keamanan yang telah ditetapkan bersama untuk mencapai tujuan dan cita-citanya khususnya pada strategi politik dalam memenangkan pemilu dengan cara yang baik dan jujur.

Semakin banyak parpol yang berkoalisi dalam pemilu maka semakin banyak pula grand strategi parpol yang ingin dimainkan terutama dalam penyusunan struktural pemenangan kampanye pasangan calon dan juga pembagian logistik politik yang tentunya tidak sedikit.

Banyaknya parpol yang berkoalisi juga tidak dapat dipastikan meraih kemenangan pada pemilu rakyat karena faktanya kemenangan hanya ada dibilik TPS.

Berkaca pada pilkada Jakarta tahun 2012 lalu tim yang tergabung dalam pemenangan Jokowi-Ahok merupakan gabungan dari dua partai besar yakni PDI Perjuangan dan Gerindra. Pertarungan politik pada pilkada DKI saat itu sangatlah sengit sebab, selain adanya dua putaran pemilihan juga kedua partai ini (PDI Perjuangan dan Gerindra) ‘dikeroyok’ oleh partai-partai besar lainnya seperti Golkar, Demokrat, PKS dan PAN yang mendukung pasangan petahana Fauzi Bowo (Foke) dan Nahrowi Ramli (Nara).

Sedangkan unsur-unsur dari tim pemenangan yang ada dipihak Foke-Nara juga dari organisasi dan LSM yang besar seperti eksponen HMI, Bamus Betawi, KAMMI, dll. Sehingga dari adanya kekuatan parpol, organisasi dan LSM lainnya seharusnya pasangan Foke-Nara sudah dapat dipastikan menang secara maksimal.

Pada kubu pasangan Jokowi-Ahok dalam koalisi rampingnya yakni PDI Perjuangan dan Gerindra selain memasang figur yang fenomenal (Jokowi-Ahok) juga diiringi dengan kekuatan personal para petinggi parpol di DKI Jakarta seperti PDI Perjuangan dengan Boy Sadikin dan Gerindra dengan M. Taufik yang dapat dikatakan mampu manarik para pemilih potensial di DKI Jakarta dengan kekuatan mesin parpolnya yang bekerja hingga tingkat ranting (RT dan RW).

Sedangkan pada dukungan organisasi dan LSM yang mendukung pasangan Jokowi-Ahok tidaklah banyak dan besar seperti yang ada pada pasangan Foke-Nara. Akan tetapi, sejarah berbicara lain bahwa Foke-Nara harus tumbang oleh pasangan Jokowi-Ahok diputaran kedua pada pilkada 2012 lalu, hal demikian juga membuat tercengang setiap lembaga survei yang sebelumnya banyak memberitakan kemenangan Foke-Nara dengan elektebilitas yang tinggi dari pasangan Jokowi-Ahok.

Berlanjut pada pilkada 2017 yang akan datang setiap parpol tentunya memiliki grand strategi politiknya dalam upaya memenangkan pasangan calonnya. Dalam meluncurkan strateginya setiap parpol tentunya selalu bekerjasama dengan lembaga survei yang dipilihnya guna mengetahui peta politik yang akan dianalisa untuk mencari titik-titik kekuatan dan kelemahan paslon dan lawan politiknya.

Keberadaan juru bicara, ketua tim kampanye dan ketua tim relawan juga memiliki peran yang sangat penting dalam timses terutama dalam mengenal sosok pribadi masing-masing apakah dikenal baik oleh masyarakat Jakarta umumnya dan kader parpol pada khususnya.

Dengan demikian, sosok para jubir, ketua tim kampanye dan pemenangan itulah masyarakat menilai bahwa sosok tersebut sangat mempengaruhi hubungan emosional antara timses dengan masyarakat pemilihnya.
Pada pilkada 2017 di Jakarta nanti masing-masing parpol memasang siapa-siapa saja sosok jubir, ketua tim kampanye dan pemenangannya untuk menghantarkan paslonnya meraih kursi DKI 1 dan DKI 2.

Setiap paslon tentunya dipastikan memasang para jubirnya dari kalangan petinggi partai baik dari tingkat pusat maupun daerah bahkan sebagian dari mereka ada juga yang memasang para artis ternama guna meraih simpatik para pemilih.

Tetapi yang lebih formilnya adalah sosok-sosok siapa saja yang akan dijadikan ketua tim kampanye dan kemenangan bagi paslonnya.

Pada koalisi pasangan Agus-Silvi ketua tim kampanye pemenangan dipegang oleh kandidat calon wakil Gubernur pada pilkada tahun 2012 lalu yaitu Nahrowi Ramli (bang Nara) yang saat ini menjabat sebagai ketua DPD Partai Demokrat DKI Jakarta.

Pada pasangan petahana Ahok-Jarot ketua tim kampanye pemenangan dipegang oleh Prasetyo Edi (bang Pras) dari PDI Perjuangan yang saat ini menjabat sebagai ketua DPRD DKI Jakarta.

Bang Nara dan Bang Pras sangat dikenal baik oleh masyarakat Jakarta sehingga dapat dinilai sebagai timses yang kuat dalam menghadapi pertarungan pilkada Jakarta 2017 nanti. Begitupun dengan Bang Nara yang juga dikenal baik oleh masyarakat Jakarta khususnya pada kalangan masyarakat Betawi.
Akan tetapi, timses Bang Nara dan timses Bang Pras mengalami gangguan secara internal pada partainya disebabkan banyak para kader dan simpatisan parpol menolak cagub petahana Ahok dengan berbagai alasannya terutama pada masalah prinsip keyakinan agama.

Sehingga, gangguan-gangguan internal itulah yang bisa menyebabkan tidak maksimalnya mesin partai yang dapat mempengaruhi grand strategi politiknya dalam memenangkan pilkada 2017 nanti.

Sosok fenomenal pada pasangan Agus-Silvi juga dapat dinilai sebagai kekuatan baru yang mengejutkan warga Jakarta untuk menghadang kemenangan calon dari Petahana Ahok-Jarot. Terlebih lagi kedua pasangan ini didukung oleh mayoritas partai Islam di DKI Jakarta.

Dengan adanya label mantan perwira militer pada Agus dan Birokrat DKI Jakarta pada Silvi, kedua pasangan ini juga dapat diperkirakan bisa memperoleh suara pemilih potensial yang signifikan disebabkan dengan sosok yang dikagumi para generasi muda umunya dan pemilih perempuan pada khususnya karena keberadaan cawagub Silvi yang satu-satunya menjadi cawagub dikalangan perempuan.

Kedua pasangan inilah yang dapat dijadikan modal para mesin parpol untuk bekerja secara maksimal tetapi pada timses strategi politik pemenangan kedua paslon ini masih dinilai kurang dalam menguasai peta politik di DKI Jakarta.

Sedangkan pada pasangan Anies-Sandiaga ketua tim kampanye pemenangan dipegang oleh Mardani Ali Sera dari PKS dan ketua tim relawan oleh Bang Boy Sadikin yang juga mantan kader terbaik Partai PDI Perjuangan di DKI Jakarta.

Bang Boy dan Bang Mardani merupakan sosok fenomenal yang dikenal baik oleh masyarakat Jakarta khususnya dikalangan kader dan simpatisan partai. Pada kedua partai ini juga baik Gerindra dan PKS tidak tampak adanya perpecahan internal mereka.

Dengan demikian, dengan bersatunya kekuatan para mantan kader dan simpatisan PDI Perjuangan yang dipimpin oleh Bang Boy Sadikin dan juga Bang Taufik dari Gerindra yang dulu pernah memenangkan pilkada 2012 tahun lalu ditambah lagi adanya kekuatan loyalitas dan militansi kader PKS di bawah kendali Bang Mardani dapat dipastikan bahwa timses ini dapat menguasai strategi politik dalam memenangkan pertarungan pada pilkada 2017 nanti.

Ketokohan personal dari pasangan Anies-Sandiaga inipun menjadi kekuatan modal tambahan bagi timses untuk menaikkan performa elektebilitas perolehan suara potensial terutama pada kalangan pendidikan seperti guru dan dosen serta para pengusaha muda.

Walhasil, semua kemenangan ini ada pada pribadi kita masing-masing yang dapat kita tentukan sendiri dengan penilaian selama ini baik dari penglihatan, pendengaran dan hati nurani kita terhadap pasangan calon gubernur dan wakil gubernur yang benar-benar membawa amanah perubahan masyarakat Jakarta yang lebih cerdas dan damai.

Oleh: Pengamat Politik Fakta Institut, Adang Taufik Hidayat, S.IP, M.IP

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed