Tim Kuasa Hukum Setya Novanto Hadirkan Tiga Ahli

Tim Kuasa Hukum Setya Novanto Hadirkan Tiga AhliTim Kuasa Hukum Ketua DPR RI Setya Novanto menghadirkan tiga ahli dalam lanjutan persidangan praperadilan melawan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Selasa (26/9).

Mereka adalah ahli hukum pidana dari Universitas Padjajaran (UNPAD) Romli Atmas‎asmita, ahli hukum pidana dari Universitas Muhammadiyah Jakarta Chairul huda dan ahli administrasi negara I Gede Panca Astawa.

Ketiganya pernah dihadirkan sebagai ahli dalam kasus praperadilan calon Kapolri saat itu Komnjen Pol Budi Gunawan (BG) melawan KPK.‎ BG yang kini menjabat Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) itu ditetapkan sebagai tersangka rekening gendut oleh KPK pada tahun 2015.

Namun yang menarik, berkat kesaksian trio ahli itu, praperadilan yang dipimpin hakim tunggal Sarpin Rizaldi memutuskan bahwa penetapan tersangka KPK terhadap BG dinilai tidak sah.

Lantas, kembalinya trio ahli tersebut diduga kuat merupakan strategi tim kuasa hukum Novanto yang ingin mengalahkan KPK yang menetapkan kliennya sebagai tersangka ke empat kasus korupsi E-KTP lewat praperadilan.

Menanggapi hal tersebut, kuasa hukum Novanto, Ketut Mulya Arsana menegaskan dihadirkanya ketiga saksi itu bukanlah untuk meniru strategi yang dilakukan oleh BG.

“Tidak ada itu meniru BG. Nggak ada kaitannya. Kami hanya mencari yang terbaik lah,” kata Ketut kepada wartawan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (26/9).

Pada sidang praperadilan sebelumnya, ketiga ahli mencecar tentang jumlah pimpinan KPK serta status penyidik di lembaga antirasuah. Terkait‎ keabsahan penyidik KPK sendiri memang menjadi salah satu poin yang dipermasalahkan kubu Novanto dalam praperadilan kali ini. Mereka mempertanyakan terkait keberadaan penyidik KPK yang masih aktif menjadi anggota Polri maupun Kejaksaan.

“Dalam acara pembuktian kami tidak bicara proses mendapatkan bukti tersebut akan tetapi apakah alat bukti itu sah atau tidak asli atau copy bagaimana proses yang dipermasalahkan oleh pihak termohon tadi itu adalah proses internal di lembaga lain,” kata Ketut.

Adanya keberatan yang sempat diajukan oleh KPK pun menjadi catatan tersendiri oleh Hakim. Namun, sebagai alat bukti yang diajukan, Hakim Cepi Iskandar pun tetap melanjutkan persidangan dengan pemeriksaan saksi ahli dari pihak pemohon.

“Hakim praperadilan tidak boleh menolak bukti-bukti yang diajukan termohon dan pemohon adapun apakah itu nanti dalam pembuktiannya, Namun, bila ternyata dalam peradilannya bukti ini tidak mempunyai nilai itu adalah hak prerogatif sendiri (Hakim untuk memutuskan),” ujar Hakim Tunggal Cepi Iskandar menengahi.

Adanya fakta baru terkait penerimaan alat bukti berupa LHP dari BPK atas KPK rupanya kontradiktif dengan pernyataan yang dikemukakan pada sidang sebelumnya di tanggal 22 September 2017. Dalam sidang tersebut dinyatakan bahwa tim kuasa hukum Novanto mendapat data LHP BPK dengan meminta sendiri ke BPK, namun hari ini, justru diungkapkan bahwa ternyata data tersebut didapatkan dari Pansus Angket.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed