Kemenko PMK: Jangan Jeruk Makan Jeruk

Kemenko PMK: Jangan Jeruk Makan JerukPenertiban perguruan tinggi swasta (PTS) terus dilakukan. Pekan ini sebanyak 25 PTS ditutup oleh Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan (Kemenristek Dikti) karena dianggap tidak memenuhi syarat standar nasional pendidikan tinggi. Dengan demikian, sepanjang dua tahun terakhir tercatat 192 PTS ditutup dan dicabut ijin operasionalnya.

Langkah penertiban ini didukung oleh Kementerian Kordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK). Toh, masih ada sekitar 4.500 perguruan tinggi lainnya di Indonesia. “Kita mempunyai banyak perguruan tinggi, tapi sebagian tidak didukung dengan kualitas. Ada sesuatu yang salah,” ujar Prof. Agus Sartono, Deputi Bidang Koordinasi Pendidikan dan Agama di Kementerian Kordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK).

Menurut Prof. Agus Sartono, Guru Besar Ilmu Ekonomi dari UGM ini, pencabutan izin operasi tersebut dilakukan karena PTS-PTS itu mengidap masalah serius. Umumnya perguruan tinggi tersebut tidak memiliki sistem administrasi, tidak memiliki sarana dan prasarana yang memadai, tidak memiliki cukup banyak mahasiswa karena tak diminati, atau tidak mampu menghadirkan dosen yang cukup sehingga ratio dosen/mahasiswa tidak seimbang. Situasi tersebut mengakibatkan proses belajar mengajar tak bisa berjalan dengan baik. Apalagi, kampus bermasalah itu sering semakin buruk pelayananannya akibat konflik internal, dan ada pula yang teribat jual beli ijazah.

Pemerintah tak membiarkan PTS bermasalah itu terus beroperasi dan merugikan pihak lain. “Ini adalah langkah perbaikan pendidikan yang dilakukan oleh pemerintah. Kita harus bersama-sama menegakkan pendidikan di Indonesia agar lebih baik lagi. Bisa jadi beberapa lembaga pendidikan yang tidak melaksanakan perkuliahan tapi memperjual belikan ijazah. Kuliah tidak pernah, tapi dapat ijazah,” Tutur Agus.

Agus yang saat ini menjadi pengawal pendidikan di Kemenko PMK melihat bahwa permasalahan laten di banyak PTS adalah muridnya sedikit dan dosesnnya pun tidak ada. Ada juga, karena mahasiswanya sedikit, maka dosennya pun seadanya. “Jika dosen saja tidak memenuhi kualifikasi minimum bagaimana akan meluluskan sarjana berkualitas,.” tuturnya. Agus menambahkan sebegai contoh banyak perguruan tinggi yang harusnya meluluskan mahasiswa di jenjang S-1 tapi dosen S-2 tidak cukup, “ini kan jeruk makan jeruk,” tambah Agus. Langkah-langkah evauasi sudah dikordinasikan dengan Kemenristek Dikti untuk melakakukan perbaikan Perguruan Tinggi Swasta.

Pencabutan izin operasi oleh Kemenristekdikti itu, menurut Agus, tak dilakukan begitu saja. Sebeum dilakukan pencabutan, PTS yang bersangkutan sudah diberi peringatan untuk membenahi diri. “Sudah ada toleransi. Waktu 6 bulan yang diberikan oleh Kemenristek Dikti mestinya sudah cukup memberi kesempatan PTS untuk berbenah memenuhi standar yang diperlukan,” jelas Agus

Agus mengharapkan agar perguruan tinggi bisa menjadi satu lembaga yang benar-benar menghasilkan lulusan yang berkualitas. Karena itu, faktor penentu dari kualitas pendidikan adalah tiga hal yakni dosen, infrastruktur dan kurikulum yang terus disesuaikan dengan kondisi dan perkembangan masing-masing bindang. “Jika ketiga ini sudah terpenuhi, maka perguruan tinggi di Indonesia akan mencetak lululusan yang berkualitas,” harap Agus.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed