GitarPlus Hadirkan Lima Bintang Tamu

GitarPlus Hadirkan Lima Bintang Tamu
GitarPlus Magazine sukses menggelar acara Gitaran Sore, Selasa, (19/12/2023), di Laneo Cafe & Eatery, jalan Jawa No.46 Kota Bandung.

Gitaran Sore menghadirkan lima gitaris papan atas sebagai bintang tamu, di antaranya, Edo Widiz (Voodoo Band), Ale Funky (Semifinalist Asia’s Got Talent 2019), Ambang Christ (Powerslaves), Jubing Kristianto, dan Balum, selain itu hadir Gan Gan (Sahara Band), Ivan Fabian Devota, Trian Nugraha, Fery Yogas, Galih Ginanjar, Imam Mulyamansyah, dan Habibi Nauval.

Owner & Founder GitarPlus Magazine, Caesilia Intan Pratiwi di sela-sela acara Gitaran Sore mengatakan, Gitaran Sore merupakan event yang sudah diadakan sejak 2013, dan event ini pernah digelar puluhan kali di seluruh Indonesia, di antaranya di Banjarmasin, Palangkaraya, Surabaya, dan Bandung, namun Gitaran Sore sempat vakum karena pandemi Covid-19.

“Akhirnya di tahun 2023 para gitaris karena kangen dan ingin merayakan satu dekade Gitaran Sore bersepakat mengadakan acara ini di Kota Bandung,” ungkap Intan di hadapan para awak Media.

Intan menjelaskan, seusai pandemi Covid-19, dirinya baru mengadakan Gitaran Sore dua kali, di Blitar dan di Bandung, karena menurutnya, selama 10 tahun banyak pembaca GitarPlus yang dulunya Mahasiswa sekarang sudah menjadi Manajer dan Pengusaha, dan mereka ingin acara Gitaran Sore dihidupkan kembali dan mereka siap men-support, inilah yang kita sebut semangat komunitas gitaris,” ujarnya.




Menurut Intan, bagi teman-teman komunitas, acara Gitaran Sore merupakan acara silaturahmi para gitaris, “Seperti kita lihat, para gitaris yang hadir saling mengenal satu sama lain, di antaranya hadir Cimahi Guitar Community, Indonesia Guitar Community, dan komunitas gitaris Unpas, bahkan Distributor gitar dan amplifier yang hadir sudah saling kenal,” ujarnya.

Intan mengungkapkan, menurut teman-teman komunitas, acara Gitaran Sore sangat bagus karena menjadi wadah para gitaris untuk sharing, berkarya, dan mengekspresikan diri, sedangkan menurut para distributor, dengan adanya acara Gitaran Sore, minat orang untuk bermain gitar meningkat, instruktur gitar kebanjiran siswa, dan toko gitar penjualan gitarnya naik, “Kita tahu kalau orang sudah punya gitar pasti perlu membeli efek, multi efek, dan amplifier,” ujarnya.

“Menurut saya event Gitaran Sore dampaknya sangat besar bagi para gitaris, komunitas, distributor, toko musik, dan orang yang ingin belajar gitar,” tegas Intan.

Lebih lanjut Intan mengatakan, setiap mengadakan acara Gitaran Sore, pihaknya selalu membawa tiga hingga lima bintang tamu, dikarenakan yang mau diangkat di acara ini adalah keakraban dan persaudaraan dalam gitar, bahkan gitaris yang mainya bagus dari komunitas yang hadir dipersilahkan naik panggung.




Sehingga menurut Intan, perwakilan komunitas mendapatkan experience satu panggung dengan gitaris idola mereka bahkan di akhir acara nge-jam bareng, dikarenakan ketika komunitas mengadakan suatu acara, yang main mereka sendiri dan yang menonton mereka sendiri.

Intan mengungkapkan, Gitaran Sore di Kota Bandung merupakan event gotong royong dari komunitas gitaris, dikarenakan saling support, ada yang mensupport sound system, kendaraan operasional, dan hotel, walaupun pada akhirnya Super Musik mensupport jelang acara dimulai.

Untuk tahun 2024 Intan menjelaskan, pihaknya masih melihat apakah sebelum Pemilu dan sesudah Pemilu boleh mengadakan acara besar baik di lapangan terbuka atau di indoor, “Pastinya kita wait and see,” ujarnya.

Intan menambahkan, seperti diketahui, komunitas gitaris ada di seluruh Indonesia, sehingga saat pihaknya membuat acara Gitaran Sore tidak pernah di satu kota yang sama, karena hingga saat ini komunitas di Blitar, Makasar, Surabaya, Malang, dan kota-kota lain berebut meminta acara Gitaran Sore diadakan di kota mereka, maka dalam waktu dekat mungkin GitarPlus akan mengadakan acara di Malang, dikarenakan komunitas gitar di Malang sudah siap.




Intan mengungkapkan, saat ini acara Gitaran Sore akan diadakan satu bulan satu kali, namun dulu acara ini dalam satu bulan bisa diadakan di 10 hingga 12 titik, Jumat di Jambi, Sabtu di Lampung, dan Minggu di kota lainnya.

Terkait GitarPlus Magazine, Intan menjelaskan, saat ini GitarPlus yang dahulu berbentuk majalah kini bergeser ke Digital.

“GitarPlus pernah oplahnya mencapai 30.000 eksemplar dalam satu bulan, padahal pasar kita segmented, namun saat ini ketika GitarPlus hadir di media sosial seperti Instagram, Facebook, dan TikTok, satu postingan GitarPlus bisa dilihat sampai 500.000 viewers, bahkan pernah 1,2 juta viewers,” ungkap Intan.

“Maka saya sampaikan ke manajemen GitarPlus, bila majalah kita laku 30.000 eksemplar maka yang membaca hanya 30 ribu orang, tapi bila satu postingan GitarPlus ditonton 500 ribu hingga jutaan orang, itu lebih menjanjikan,” kata Intan.




Intan menambahkan, musisi atau pembaca saat ini kurang tertarik dan malas membaca informasi yang panjang-panjang, maka pernah wawancara para Gitaris dengan GitarPlus ditayangkan di YouTube, namun penonton dan anak sekarang tidak tahan menonton lama-lama, kecuali konten-konten receh.

Intan mengungkapkan, dirinya mengamati anak sekarang scroll TikTok paling lama satu setengah menit, dan ketika ada head line hari ini, esoknya sudah lupa karena ada head line baru, jadi memang eranya sudah berubah, menurut Intan, media harus beradaptasi dengan perubahan jika masih ingin bertahan.

Terkait bintang tamu Gitaran Sore, Intan mengungkapkan, pihaknya pernah bertanya ke Balum, mengapa saat ini sulit dihubungi, Balum saat itu mengatakan ia menjadi gitaris Firman Siagian yang jadwal manggungnya padat, selain itu Balum sibuk membuat konten, dan membuat lagu, bahkan Balum tidak punya waktu mengajar gitar karena kesibukannya.

Maka menurut Intan, standar kesuksesan orang berbeda-beda, contohnya Gitaris Blues Ginda Bestari, sekarang Ginda tidak pernah keluar kamar, “Kemarin Ginda Bestari saya ajak main di Blitar tidak bisa, karena Ginda punya Channel YouTube dan ia mendapatkan uang dari Channel tersebut yang isinya sharing pengetahuan gitarnya, sehingga penonton mem-follow, dan pemasukannya lumayan,” ungkapnya




“Selain itu Ginda bercerita sering membeli gitar seharga 3-4 juta rupiah, lalu dioprek menjadi lebih bagus, dan dijual kembali lebih mahal, dan Ginda mengatakan hanya dengan berdiam di kamar, pesanan gitarnya full hingga enam bulan ke depan, sehingga Ginda tidak perlu manggung ke luar kota,” ungkap Intan.

Intan menjelaskan, standar sukses gitaris berbeda-beda, karena gitaris yang keren dengan gitaris yang menghasilkan uang kadang tidak berjalan lurus, karena gitaris yang keren dan manggung terus belum tentu uangnya banyak, sedangkan gitaris yang diam di kamar dan tidak pernah kelihatan malahan uangnya banyak.

Intan mengungkapkan, ada juga gitaris yang kurang terkenal dan tidak punya nama namun kerjanya sebagai music scoring, gitaris tersebut membuat musik iklan berdurasi beberapa detik, dan satu scoring gitaris itu dibayar puluhan juta rupiah, sedangkan ada gitaris lain kalau main di cafe sekali main dibayar satu juta rupiah, “Memang semua pengunjung cafe kenal gitaris tersebut karena tampil keren, jadi memang standar sukses gitaris berbeda-beda,” ujarnya.




Lebih lanjut Intan menjelaskan, di Indonesia musisi besar dianggap keren, panggungnya banyak, dan kaya raya bisa dihitung dengan jari, di antaranya Ahmad Dhani, dan Ariel Noah, sedangkan masih banyak musisi punya nama besar namun secara finansial tidak kaya raya, tapi ada juga musisi yang tidak terkenal tetapi kaya raya.

Sebagai contoh menurut Intan, di YouTube ada gitaris Channelnya Alif Ba Ta, ia sangat introvert, namun skill gitarnya membuat orang tercengang, namun ketika Alif Ba Ta diajak wawancara, kolaborasi, dan manggung tidak pernah mau, jadi istilah di kalangan gitaris, Alif Ba Ta hebat tapi ghoib, bahkan sekelas Dewa Budjana ketika mengajak Alif Ba Ta colab tetap tidak mau.

Intan menceritakan, saat Anji mengajak Alif Ba Ta colab di Podcast tetap tidak mau, “Mungkin standar sukses Alif Ba Ta lain, ia hanya suka main gitar, pamer, tapi bukan untuk di ajak wawancara dan manggung, ia punya segmen tersendiri dan tidak bergaul dengan gitaris lain,” ungkapnya.

Intan menambahkan, saat ini banyak musisi yang idealisnya aneh-aneh, dan patokannya bukan uang, ada musisi yang hanya mau manggung satu bulan empat kali saja, walaupun ada pihak yang mau membayar berlipat kali, kalau sudah terpenuhi satu bulan empat kali manggung, musisi tersebut tetap tidak mau ambil job tersebut, bila dikatakan banyak uang tidak juga, musisi tersebut kemana-mana naik motor Vespa, rumahnya biasa saja, tapi musisi tersebut sudah merasa cukup, yang penting ada waktu untuk keluarga dan dapat melihat anaknya tumbuh besar, hal itulah yang sulit diperdebatkan.




Terkait dinobatkannya Intan sebagai ibunya para gitaris se-Indonesia, Intan menjelaskan hal itu mungkin karena ia kerap mengurusi para gitaris, “Ada gitaris yang sering ikut dari Jakarta ke Bandung bahkan makan dan menginap di rumah saya di Cimahi, begitu pula sebaliknya gitaris Bandung yang menonton acara konser di Jakarta kerap menginap di rumah saya di Bintaro,” ungkapnya.

“Bahkan tukang sayur di depan rumah saya terheran-heran, mengapa yang menginap di rumah saya cowok-cowok gondrong, bertato, dan bawa gitar,” kata Intan sembari tertawa terbahak-bahak.

Intan mengungkapkan, mulai dari gitaris Siksa Kubur, John Paul Ivan, dan Balawan, pernah menginap di rumahnya, dan mereka mengatakan bahwa dirinya adalah ibunya para gitaris karena mengurusi mereka.

“Sebagai contoh, para gitaris pulang manggung jam 12 malam datang dan makan ke rumah saya di Bintaro sektor 9, pagi-pagi belum sarapan para gitaris muncul ke rumah saya, punya masalah, putus dengan pacar curhat ke saya, jadi kalau para gitaris menganggap saya ibunya para gitaris silahkan saja, walaupun kita tahu punya satu dua anak saja susah mengurusnya, apalagi mengurus para gitaris se-Indonesia, tambah pusing saya,” pungkas Intan.




Sedangkan musisi dan gitaris kelahiran Hawaii, Ezra Simanjuntak menambahkan, acara Gitaran Sore yang digelar GitarPlus menandakan masih ada pergerakan di komunitas gitar yang memotivasi para gitaris untuk bermain gitar secara serius, bahkan ada kemungkinan bisa tampil dan manggung dengan gitaris idola mereka.

“Kadang-kadang di dunia seni atau musik kita butuh pergerakan dan kumpul bareng, jadi bukan kumpul di back stage, tapi kumpul secara natural, dan suasana seperti itu sangat mahal,” ungkap Ezra yang merupakan personel Zi Factor Band.

Ezra menjelaskan, ketika komunitas gitar kumpul bareng dengan para musisi papan atas, banyak yang didapat, seperti setingan alat, bertemu dan bertanya segala macam secara langsung secara detil, bahkan sekedar memberi semangat sudah sangat berharga bagi gitaris dari komunitas.

Ezra pun memberi masukan untuk para gitaris pemula, nomor satu jangan gampang menyerah, karena di media sosial seperti YouTube banyak tutorial bermain gitar, namun banyak gitaris pemula yang tidak sabar yang ujung-ujungnya menyusahkan diri mereka sendiri, kedua mulai dari dasar secara bertahap, ketiga konsisten, keempat bila ingin masuk dunia musik bermimpi boleh tetapi jangan berekspetasi apa-apa, karena musik itu susah tapi asyik, jalani dengan senang hati, karena banyak pemula yang menyerah karena ekspetasinya terlalu tinggi.




Jubing Kristianto tidak ketinggalan memberikan tanggapannya, menurut Jubing, seorang gitaris tidak selalu harus dapat membaca partitur, karena menurut Jubing, partitur seperti buku resep masakan, kalau kita senang memasak, kita bisa memasak tanpa harus membaca buku resep, dan bisa eksperimen sendiri, namun bila bisa membaca buku resep ada nilai tambah, tetapi yang paling penting adalah hasil akhir.

“Kalau di musik hasil akhir adalah suara, namun dalam proses belajar alangkah baiknya bisa membaca partitur, kalau di Orkestra berbeda, tidak mungkin pemain musik diajarkan satu-satu oleh penata musik dan konduktornya, jadi memang harus bisa baca partitur,” ujar Jubing.

Jubing menambahkan, acara Gitaran Sore yang diadakan GitarPlus sudah sangat baik, selain penampilan para gitaris ada juga tanya jawab tentang seputar gitar, dan mengajak komunitas lokal datang ke event Gitaran Sore.

“Kalau acara kompetisi gitar agak berbeda karena ada adu skill bermain gitar, yang juara satu dianggap lebih jago dari juara dua, jadi akan menimbulkan suasana yang kurang nyaman di antara para gitaris,” kata Jubing.




Terkait mengcover musik orang lain, Jubing menjelaskan, dirinya kerap mengcover musik lain dan menciptakan gaya bermain gitar sendiri, karena menurut Jubing mengcover musik orang lain perlu untuk mempelajari karya tersebut, “Karena di setiap musik yang kita dengar ada hal baru, baik itu chord maupun melodi,” ujarnya, “Setelah kita mempelajari dan melalui proses pembelajaran tetap idealnya kita harus memiliki karya, gaya dan ciri bermain gitar sendiri,” pungkasnya.

Gan Gan dari Sahara Band menambahkan, acara Gitaran Sore yang digelar GitarPlus baginya lebih ke ajang silaturahmi para gitaris, ajang tukar pikiran, ajang seru-seruan, dan bukan ajang unjuk gigi mana gitaris yang lebih jago mainnya.

“Gitaris yang tampil di Gitaran Sore memiliki skill dan style yang berbeda-beda ketika dibedah, dan trend ke depan terkait gitar tidak bisa ditebak, karena di tahun 2023 trend gitaris balik lagi ke tren 90-an,” ungkap Gan Gan.

“Kalau memungkinkan ke depan kita ingin membuat rekor semua gitaris di Indonesia berkumpul dan bermain gitar bersama-sama,” pungkas Gan Gan.

Menuju Indonesia Unggul Bersama Ganjar-Mahfud

Oemar Bakrie Usia 99 Tahun Optimistis Ganjar-Mahfud Menang




Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *