Polda Aceh Kembali Usut Korupsi Pajak Bireun Rp 28 M

Polda Aceh Kembali Usut Korupsi Pajak Bireun Rp 28 MAKSI. Polda Aceh kembali mengusut kasus dugaan korupsi pajak Kabupaten Bireun tahun 2007-2010 yang penyidikannya sempat dihentikan tiga tahun lalu. Kasus dengan tersangka mantan Bendahara Umum Daerah setempat, Muslem Syamaun ini diperkirakan merugikan negara Rp28 miliar.

Kapolda Aceh, Irjen Husein Hamidi, berjanji akan menuntaskan kasus ini. “Ini sudah kita periksa ulang, sudah diperiksa saksi-saksi oleh Dit Reskrimsus, nanti akan ditindak lanjuti penyidikannya,” ujarnya saat ditanyai wartawan di Banda Aceh, Senin (16/3/2015).

Menurutnya kasus ini sempat menuai polemik dalam hal kewenangan penyidikan antara kepolisian dan penyidik Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Akhirnya setelah diminta keterangan beberapa ahli, maka diputuskan kasus hilangnya pajak ini masuk dalam ranah pidana khusus korupsi.

“Karena barang yang sudah dipungut, dimanfaatkan oleh yang bersangkutan. Jadi, bukan pelanggaran pajak, karena dulu ini sempat dikira penggelapan pajak oleh penyidik DJP,” kata Husein.

Kasus ini sempat dihentikan penyidikannya pada Maret 2012, karena terjadi silang pendapat antarpenegak hukum. Polda Aceh sebenarnya sudah merampungkan penyidikan dan berkasnya telah dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh.

Namun belakangan kejaksaan menolak menangani, dan menghentikan penyidikannya dengan alasan kasus ini bukan tindak pidana korupsi, melainkan hanya kasus pelanggaran perpajakan yang penanganannya diserahkan ke DJP.

Kebijakan ini menuai kecaman dari para aktivis antikorupsi, karena sejak dialihkan ke DJP kasus ini dinilai mengambang. Bahkan tersangkanya masih menjadi pejabat penting di Pemkab Bireun.

Kasus terjadi di Pemkab Bireun ini bermula dari laporan Kanwil DJP Aceh tahun 2010, yang menyatakan adanya dugaan penggelapan uang pajak penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan nilai (PPN) yang sudah dipungut di Bireun. Uang yang sudah dipungut itu diduga tak disetor ke kas negara, melainkan dipinjamkan ke orang lain oleh tersangka.

Hasil audit sementara Badan Pemeriksaan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menyebutkan potensi kerugian negara Rp28 miliar. Sementara DJP Aceh mengatakan potensi kerugian mencapai Rp50 miliar.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *