Mahasiswa Purwakarta Wajib Belajar Budaya di Yogyakarta

Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi meminta para mahasiswa Purwakarta yang menuntut ilmu di Yogyakarta agar belajar budaya dan kearifan warga Yogyakarta yang memegang teguh nilai luhur tradisi yang ada di sana.

Dedi menilai, warga Yogyakarta mengedepankan nilai spiritualitas dalam menjalani kehidupannya.

“Selain belajar formal di bangku kuliah, mahasiswa Purwakarta wajib belajar kearifan keraton disini (jogja). Belajar Keseharian warganya yang menjunjung tinggi nilai-nilai adab tata krama budayanya. Ini penting, agar mereka (mahasiswa) ketika balik ke tanah Sunda (Purwakarta) bisa menempatkan keluhuran budaya Sunda dalam kesehariannya sebagaimana warga Yogya di sini,” ujar Dedi Mulyadi di sela menghadiri ulang tahun Perhimpunan Mahasiswa Purwakarta (Permata) Yogyakarta di auditorium RRI Yogyakarta, Sabtu (7/11) malam.

Pernyataan Dedi Mulyadi ini didasari keprihatinannya atas realita masyarakat Sunda dan kebudayaannya yang selama ini nyaris mengalami kepunahan. Dedi Mulyadi berasumsi, Sunda hari ini hanya tinggal sebatas etnis dan letak geografisnya saja. Sementara spiritualitas nilai Sunda tidak lagi menjadi pegangan kuat masyarakatnya, ini pada akhirnya Sunda kehilangan idelogi.

Kalau ideologinya sudah tidak lagi ada, maka menurutnya seluruh piranti nya baik budaya, sosiologi, bahkan letak geografisnya yang menegaskan kebesaran Sunda pun lambat laun akan hilang ditelan jaman. Ini dapat dibuktikan dari penamaan wilayah saja. Dedi mencontohkan nama propinsi jawa barat dan Provinsi Banten yang seluruh wilayahnya sebenarnya didiami orang Sunda. Hari ini, kedua propinsi itu menurut Dedi nyaris hilang identitas kesundaannya.

“Berbeda dengan di sini (Yogyakarta), nama provinsi saja tetap saja Yogyakarta, Budayanya bisa hidup dan berdampingan dengan agama yang formal. Paham Kejawen sangat dihormati. Coba di Sunda, ramai saja ada Sunda Wiwitan, semua Ki Sunda (orang Sunda) sendiri merasa takut adanya Sunda Wiwitan karena dianggap menyimpang dari aqidah agama yang dianutnya,” terang Dedi Mulyadi.

Untuk itu, Dedi Mulyadi meyakini bahwa yang akan mempertemukan manusia dengan Tuhannya adalah mereka yang menjunjung tinggi nilai spiritualitas dan hidup dengan budaya luhur wilayahnya. Karena menurutnya, nilai Islam tidak harus susah-susah mencarinya ke tanah arab, karena Arab beda budayanya.

“Mentauhidkan diri kita ke Tuhan, ya di tanah kita dengan budaya kita sendiri. Bukankah kita pahami bahwa Iran menjadi kekuatan spiritualitas dengan renaisancenya. Eropa bisa menggeser sosok nabi Isa Alaihissalam menjadi seorang Yesus sebagai strategi menanamkan spiritualitas kebudayaannya Eropa. Inggris yang mengalami revolusi industri. Jepang dengan sintho nya bisa mengalami kemajuan teknologinya,” beber Dedi Mulyadi .

Karenanya menurut Dedi Mulyadi, Orang Sunda akan besar dari ideologi kesundaannya. Idelogi Sunda yang mengajarkan bahwa keimanan orang Sunda pada Tuhannya, diterjemahkan pada kecintaannya menjaga alam dan lingkungan.

“Bahasa saya, Ki Sunda (orang Sunda) itu yang mampu mensenyawakan dirinya pada matahari, pada air, pada tanah dan udaranya. Persenyawaan itu harus melahirkan energi untuk kehidupan. Inilah transendensi Ki Sunda pada Tuhannya. Kosmologi Sunda itu dijelaskan dari kalimat Sunda ‘Heug urang teundeun di handeuleum hieum geusan Sampeureun Cag urang tunda di hanjuang siang geusan alaeun paranti cokot bawaeun dituruban ku mandepun diwadahan cupu manik astagina dibuka ku nu ngaliwat anu weruh ka semuna anu apal ka basa na anu rancingas rasana anu rancage hate na putra Putu di gangewu begawan sawidak lima nu hayang dilalakonkeun,” paparnya.

Untuk itu, dalam kehidupan keseharian orang Sunda, seharusnya sudah tidak lagi ada proses penebangan pohon yang merajalela, karena itu sudah tidak memiliki nilai transendensi orang Sunda pada Tuhannya. Termasuk penguasaan hutan dan lahan, orang Sunda tidak mengenal kepemilikan pribadi, seluruhnya kepemilikan komunal yang mengedepankan kepentingan bersama (gotong royong).

Sementara itu Ketua Permata Yogyakarta, Ahmad Septian Nugraha sengaja menggelar ulang tahun organisasinya dengan kemasan budaya Sunda. Ini agar mahasiswa purwakarta punya karakter budaya, berjiwa kritis dan visioner.

“Ulang tahun yang ke 19 ini kami memiliki target menciptakan generasi sarjana yang mengabdi untuk purwakarta dengan kekuatan karakter budaya dan visioner,” tandasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *