Ratusan Ribu Massa Tolak Reklamasi Bali

Ratusan Ribu Massa Tolak Reklamasi BaliMassa yang terdiri dari puluhan ribu orang melakukan aksi protes dan longmarch menolak perpanjangan izin reklamasi di pulau Bali. Sementara ratusan ribu orang disebut siap melakukan puputan (perang habis-habisan).

Tidak hanya delapan organisasi pemuda di Desa Adat Bualu, Bali, puluhan ribu orang dari Desa Adat berbagai kabupaten di Bali juga turut hadir dalam aksi Deklarasi STT (Sekaa teruna Teruni) se Desa Adat Bualu pada Minggu (10/7).

Massa mulai bergerak dari tempat berkumpul, yakni Lapangan Lagoon, Nusa Dua pada pukul 14.30 berjalan secara perlahan-lahan dengan membawa panji-panji dan juga meneriakkan yel-yel tolak reklamasi Teluk Benoa, dan meminta membatalkan Perpres 51 tahun 2014.

Lebih lanjut, massa kemudian berjalan kaki sekitar 700 meter sambil melakukan orasi. Selain melakukan aksi longmarch, penolakan reklamasi Teluk Benoa dilakukan dengan melakukan pengibaran bendera ForBALI yang berukuran 8×6 meter di tengah Teluk Benoa.

Bendesa Adat Bulau, I Wayan Wita mengatakan, dirinya mengajak masyarakat Bali untuk terus berjuang mempertahankan kawasan suci Teluk Benoa.

“Mari kita lanjutkan perjuangan. Kemarin saja air laut sudah naik. Jangan sampai Desa Bualu tenggelam,” ujarnya dalam keterangan resmi.

Sesepuh Banjar Mumbul, Prof. Nyoman Gelebet mengatakan, Teluk Benoa merupakan teluk yang menjadi tempat bertemunya lima mata air, yang disebut campuhan Agung.

“Maka dari itu, Teluk Benoa dilarang untuk disentuh karena merupakan kawasan suci,” ujar pria yang juga dosen arsitek ini.

Usai orasi, dilanjutkan dengan pembacaan surat deklarasi STT se Desa Adat Bualu yang pada dasarnya merasa resah dengan rencana mengurug laut seluas 700 hektar di Teluk Benoa untuk kepentingan investor semata.

“Sebagai generasi muda, kami merasa resah. Untuk itu, kami menolak reklamasi Teluk Benoa baik secara sosial budaya dan lingkungan,” ungkap perwakilan STT se Desa Adat Bualu, I Wayan Suyasa.

Bendesa Adat Kuta, Nyoman Swarsa dalam orasinya menekankan, Teluk Benoa adalah kawasan suci. “Jika bukan kawasan suci, saat rahinan tumpek landep kemarin, untuk apa melakukan ritual keagamaan di karang tengah dan lainnya oleh masyarakat pesisir,” ujarnya.

Diketahui sebelumnya, ada 38 Desa Adat diseluruh Bali tergabung dalam Pasubayan Desa Adat Tolak Reklamasi Teluk Benoa. Data yang disampaikan pun, total ada 83 ribu keluarga yang tergabung didalamnya. Sehingga dapat dinyatakan ada 300 ribu jiwa yang siap puputan untuk menolak rekkamasi Teluk Benoa.

“Tidak ada jalan lain selain puputan jika pemerintah memaksakan kehendak investor untuk mereklamasi Teluk Benoa,” tegas Koordinator Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa (ForBALI), Wayan Gendo Suardana.

Gendo menjelaskan, rencana reklamasi ini bisa dilanjutkan jika Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti memberikan perpanjangan izin kepada PT TWBI.

“Kami sampaikan dukungan penuh kepada Ibu Menteri Susi dan pemerintahan Bapak Presiden Joko Widodo untuk tidak memberikan perpanjangan izin reklamasi kepada pihak investor,” ujar Gendo.

Ia mengaku, pihaknya juga sudah melayangkan surat melalui pasubayan Desa Adat kepada Kementerian tertanggal 1 Juli untuk surat penolakan perpanjangan izin lokasi.

“Hal ini penting dilakukan, sebab Ibu Susi berdasarkan peraturan, punya waktu 14 hari untuk membalas surat dari pihak investor, apakah menolak atau menerima pengajuan izin yang layangkan oleh investor,” katanya.

Sehingga, lanjut Gendo menjelaskan, diperkirakan hari Rabu atau Kamis ini, seharusnya Menteri Susi Pudjiastuti untuk bersikap dan menguji keberpihakan Menteri Susi, apakah memihak kepada rakyat atau investor.

“Pasubayan Desa Adat sudah bersurat kepada Menteri Susi. Jika Menteri Susi mengabaikannya, artinya sama saja Menteri Susi melecehkan Adat Bali. Untuk itu, kami meminta agar Menteri Susi berani bersikap dan pro kepada Rakyat Bali yang menolak perpanjangan ijin lokasi reklamasi Teluk Benoa,” ujarnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed