Aktivis HAM Bandung Gelar #Gulita: PR HAM Seperti Keong

Aktivis HAM Bandung Gelar #Gulita: PR HAM Seperti KeongSeperti apa progress “PR” (pekerjaan rumah) negara dalam konteks pelanggaran HAM berat ? Jawabnya, versi para aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) ibarat jalannya keong, “amat sedikit beringsut”, katanya. Ini tergambar kala mereka menggelar aksi di Taman Cikapayang Dago Bandung (Jumat sore, 23/9/2017).

“Kasus HAM berat janjinya kala itu (1998- red.) membahana mau dituntaskan. Nyatanya, malah bertambah, kasus Tanjung Priuk (1984) tak ada kabarnya, represi terhadap mahasiswa (1999) sama juga gulita, dan pembunuhan terhadap Munir (2004). Entah kebetulan atau apa, kerap terjadi di bulan September,” papar Rizki Ramdani yang kerap disapa Astro.

Astro pada Jumat sore itu disela-sela gelaran teaterikal memimpin aksi global melawan pelanggaran HAM dengan tagar #GULITA, semua berbusana serba hitam. “Kampanye ini pun dilakukan di ibu kota provinsi lainnya, seperti Semarang, DKI Jakarta, Medan, Makassar, dan Pontianak”, tambah Astro sambil menjelaskan maknanya – “Mendorong negara mewujudkan HAM secara holistik dan tersistem. Juga, mendorong kesadaran publik, agar keluar dari kondisi kritis selama ini …”

Sementara itu Dadan Ramdan, Ketua Walhi Jabar yang juga berpartisipasi “berdiam diri mengingatkan para penguasa”, menyatakan:”Prihatin atas tengkurapnya HAM di negara kita. Kesadaran dan perwujudan negara dalam aspek lingkungan, masih sangat minimal. Rakyat, kerap dijadikan tumbal. Kami protes keras soal lanjutan proyek lokal Jabar seperti PLTU Batubara Indramayu, Cirebon, dan reklamasi Pantai Karang Pamulang Palabuhanratu, Waduk Jatigede, dan serta lainnya.”

Tuntutan, Ini Dia

Aksi yang dimotori PBHI Jabar, dengan jaringannya seperti Aliansi Jurnalis Bandung Jawa Barat, Walhi Jabar, YLBHI, dan partisipan lainnya, mengeluarkan lima tuntutan.

Pertama, menuntut negara untuk menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM Berat / kejahatan kemanusian, agar tidak menjadi hantu bagi bangsa Indonesia, serta menjadi warisan kelam bagi generasi yang akan datang.

Kedua, menuntut negara untuk menyediakan sarana yang efektif dan efesien ketika terjadi pelanggaran HAM. Saat ini mekanisme peradilan, mekanisme administrative, dan legislatif seringkali mengabaikan prinsip-prinsip pelanggaran HAM.

Ketiga, memperkuat peran lembaga negara yang mendorong pemajuan HAM, demokras,i dan anti korupsi. Lembaga negara seperti Komnas HAM, Komnas Perempuan, KPAI, Ombudsman, Komisi Pengawas penegak hukum, Komisi Pemberantasan korupsi, masih ditempatkan seperti anak tiri – hanya menjadi hiasan bagi negara.

Keempat, menjamin perlindungan terhadap orang-orang yang memperjuangkan dan melaksanakan hak asasi. Banyak para pegiat HAM, ataupun orang-orang memperjuangkannya harus berujung pada kriminalisasi, intimidasi, serta minimnya perlindungan.

Kelima, mendorong pengetahuan dan kesadaran masyarakat terhadap arti penting hak asasi manusia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Caranya, masukkanlah ke dalam pendidikan formal. Informasi yang objektif serta praktik kehidupan berbangsa dan bernegara yang sesuai HAM, adalah materi kurikulumnya.

Kerumunan para peserta dan penonton yang beraksi di keramaian Jalan Dago kota Bandung mengundang apresiasi para pelintas. Salah satunya Erman (42) pegawai bank swasta di Bandung, bersama rekannya sejenak dari sepeda motornya mampir – gerangan apa orang berkumpul di jalanan?

“Bila tuntutan mereka seperti itu, saya setuju banget. Negara selama ini jangan abai dong sama HAM?! Peradaban manusia tanpa HAM yang konsisten, bohong namanya. Apa gunanya kita meratifikasi HAM di dunia, bila kasusnya di dalam negeri didiamkan?” jawab Erman kala ditanya – apa makna aksi ini bagi dirinya? (HS/SA/GUN)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *