Putusan Mahkamah Agung (MA) memvonis bebas terdakwa suap Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), Syafruddin Arsyad Temenggung (SAT) sudah menjadi kontroversi sejak awal sebelum ada putusan tingkat kasasi.
Hal itu diungkapkan pakar hukum tata negara, Margarito Kamis sesaat lalu di Jakarta, Selasa (9/7).
“Memang sejauh terlihat dari pendekatan perkara ini, dari awal ada kontroversi,” kata Margarito.
Margarito juga meyakini bahwa Hakim MA belum menerima bukti kuat sehingga memvonis terdakwa suap BLBI itu bebas.
“Buktinya pastinya tidak meyakinkan hakim bahwa dapat menghukum dia (SAT) dalam perkara ini. Makanya dia bebaskan,” kata Margarito.
Pada perinsipnya, pasal di dalam peradilan itu adalah lembaga yang memutus berdasarkan bukti. Artinya, kata Margarito, peradilan itu bukan tempat menghukum, melainkan tempat meletakkan atau memutuskan hukum akan sebuah kasus.
“Jadi bukan tempat menghukum. Nah, berdasarkan dua prinsip itu, maka tinggal diukur apakah bukti yang disodorkan dalam perkara itu dapat dihadikan dasar untuk menghukum atau tidak,” imbuhnya.
“Kalau bukti-bukti tidak berdasar untuk menghukum, maka tidak boleh dihukum. Begitu pun sebaliknya, kalau buktinya berdasarkan hukum, maka harus dihukum,” demikian Margarito.