Hakim Agung Usulan Komisi Yudisial Ditolak DPR

Hakim Agung Usulan Komisi Yudisial Ditolak DPRKomisi III DPR RI menolak calon tunggal hakim agung yang diusulkan Komisi Yudisial (KY), Triyono Martanto. Komisi III DPR hanya menyetujui pencalonan tiga nama calon hakim ad hoc pada Mahkamah Agung (MA).

Hal tersebut diketahui dalam persetujuan akhir usai menggelar uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) terhadap calon hakim agung dan ad hoc.

Sebanyak tiga nama calon hakim ad hoc yang disetujui Komisi III DPR itu adalah Andari Yuriko Sari sebagai calon Hakim Ad Hoc Hubungan industrial, Achmad Jaka Mirdinata sebagai Calon Hakim Ad Hoc Hubungan Industrial, serta Sinintha Yuliansih Sibarani sebagai calon Hakim Ad Hoc Tipikor

“Apakah nama-nama tersebut dapat disetujui?” tanya Wakil Ketua Komisi III DPR Adies Kadir selaku pimpinan rapat kepada anggotanya yang hadir di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (28/1).


“Setuju,” jawab anggota yang hadir.

Adies menerangkan, tiga nama calon hakim ad hoc pada MA itu akan dibawa ke Rapat Paripurna DPR untuk mendapatkan persetujuan.

“Selanjutnya hasil persetujuan ini akan dilaporkan pada Rapat Paripurna DPR RI terdekat dan akan diproses berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” ucap politikus Partai Golkar itu.

Lihat juga: Indeks Korupsi Turun, Mahfud Sentil Korting Hukuman Koruptor
Sebelumnya, proses uji kelayakan dan kepatutan Triyono dihentikan oleh Komisi III DPR pada Rabu (27/1). Hal itu terjadi setelah Komisi III DPR menduga Triyono telah melakukan plagiat dalam makalah yang diserahkan ke Komisi III DPR sebagai materi uji kelayakan dan kepatutan.

“Oke kalau demikian patut diduga, oke karena ini patut diduga. Ini tolong rapat saya ambil keputusan tidak dilanjutkan. Tinggal fraksi-fraksi yang memutuskan karena ini patut diduga,” kata Wakil Ketua Komisi III DPR Desmond Junaidi Mahesa, Rabu (27/1).

Dalam uji kepatutan dan kelayakan hakim agung, Anggota Komisi III DPR RI Romo Muhammad Syafi’i mencecar calon hakim ad hoc tindak pidana korupsi (tipikor), Petrus Paulus Maturbongs.


Romo bertanya ihwal hukuman mati terhadap kokruptor anggaran bantuan sosial (bansos) dalam penanganan virus corona (Covid-19).

“Waktu kami rapat kerja dengan Firli [Bahuri] Ketua KPK mengatakan yang korupsi bansos dalam rangka Covid-19 ini bisa dihukum mati, dan sekarang itu terjadi,” kata Romo dalam uji kelayakan dan kepatutan calon hakim ad hoc tipikor yang berlangsung di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Kamis (28/1).

“Kalau nanti bapak terpilih jadi hakim dan kasus itu sampai ke tangan bapak, bapak akan melakukan hukuman apa kepada mereka?” tambahnya.

Menjawab, Petrus menyampaikan bahwa hukuman mati terhadap koruptor anggaran bansos Covid-19 bisa diterapkan sesuai dengan dakwaan yang diberikan. Menurutnya, hukuman mati bisa dijatuhkan berdasarkan Pasal 2 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor.




“Jadi dasar pemeriksaan di pengadilan adalah dakwaan. Kalau dia didakwa dengan pasal 2 lalu terbukti, dan lalu pasal 2 ayat 2 juga terbukti, itu bisa secara hukum, secara hukum itu boleh,” ucapnya.

Romo kemudian menanggapi jawab Petrus itu. Ia bertanya apakah keadilan untuk rakyat yang membutuhkan bansos di tengah pandemi Covid-19 tidak bisa menjadi dasar untuk menjatuhkan hukuman mati kepada koruptor anggaran bansos.

“Ini kan cukup jelas. Kenapa ada statement seperti itu, ini kan Covid-19, rakyat butuh bantuan, bantuan untuk rakyat dikorupsi apa ini tidak bisa jadi dasar keadilan?” tanya Romo.

Petrus kemudian mengaku sependapat dengan pertanyaan Romo tersebut. Menurutnya, hal tersebut sebenarnya bisa menjadi dasar untuk menjatuhkan hukuman mati kepada koruptor anggaran bansos Covid-19.

“Sependapat, Pak, bisa. Kita kan negara dalam keadaan Covid, yang mati banyak orang, yang harusnya sembuh (jadi) tidak sembuh, yang harusnya dapat makan tidak makan, lalu sakit. Itu hal yang sebenarnya bisa,” jawab Petrus.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *