Kemenko PMK: Dia Masih Punya Kesempatan Berharga

Kemenko PMK: Dia Masih Punya Kesempatan BerhargaSekali lancung ke ujian, seumur hidup orang tak percaya. Situasi inilah yang dihadapi, Dwi Hartanto, 35 tahun, seorang mahasiswa program doktoral Technische Universiteit (TU) Delft, Belanda yang telah membohongi publik tentang prestasinya untuk meraih pengakuan dan popularitas. “Jika prestasi tidak didapat, akhirnya segala macam cara dilakukan. Haus pendidikan boleh, haus pengakuan jangan. Mental semacam ini harus dibenahi,” ujar Prof. Dr. Agus Sartono, Deputi bidang Pendidikan dan Agama di Kementerian Koordinasi Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK).

Kasus manipulasi prestasi yang dilakukan Pemuda yang mengaku-ngaku sebagai lulusan S-1 Tokyo Institute of Technology, Jepang ini harus menjadi pembelajaran mahal bagi kalangan terpelajar. Pasalnya, pria yang namanya sempat digadang-gadang sebagai The Next Habibie juga menyampaikan memiliki segudang prestasi di bidang antariksa dan sempat mengharumkan nama bangsa melalui capaiannya.

Dwi mengatakan telah memenangi kompetisi antar space agency di Jerman dan mendapatkan hadiah uang 15.000 euro. Ia juga mengaku terlibat dalam proyek rise technology ‘Lethal weapon in the sky’, proyek pesawat tempur generasi ke-6, dan tengah membantu memutakhirkan pesawat tempur varian EuroTyphoon. Seperti diakuinya, semuanya adalah kebohongan yang akhirnya terbongkar. “Saya mengakui itu adalah kebohongan saya semata. “Ucap Dwi seperti yang dikutip di ppidelft.net dalam surat permohonan maafnya.

Peristiwa ini sangat memukul Prof. Dr. Agus Sartono, Deputi Bidang Koordinasi Pendidikan dan Agama Kemenko PMK karena apa yang dilakukan oleh pemuda ini adalah tragedi yang menyedihkan. “Tindakan Dwi tentang manipulasi prestasi dan jenjang akademik tentu sangat menciderai dunia pendidikan dan nama ilmuan. Padahal seorang ilmuan itu dituntut memiliki integritas dan kode etik yang tinggi. Tetapi yang bersangkutan dengan sangat sadar melakukan pelanggaran tersebut, ini sangat fatal,” ucap guru besar imu ekonomi dari UGM itu. Langkah-langkah evaluasi itu sudah dikordinasikan dengan Kemenristek Dikti untuk menelusuri rekam jejak akademik Dwi Hartanto yang sebenarnya.

Agus Sartono mengingatkan bahwa pendidikan harus benar-benar bisa membentuk integritas diri. Jika sedikit-sedikit berbohong demi popularitas, secara sadar dia telah merusak integritasnya. “Sekali lagi saya tekankan, jika integritas hilang, maka mudah bagi siapapun untuk berbohong kepada diri sendiri bahkan orang lain,” Agus menambahkan.

Menurut Agus yang saat ini menjadi pengawal tugas pendidikan karakter di Kemenko PMK, banyak masyarakat salah tujuan dalam menempuh jenjang pendidikan, mereka hanya perduli pada hal-hal yang sifatnya prastis, sedangkan soal proses sering dilupakan. “Ini tantangan, beberapa bulan belakangan kita bisa dapati contoh atau praktik di perguruan tinggi dan beberapa kalangan terdidik yang terkena penyakit sindrom gelar dan kehilangan integritas,” kata Agus.

Kemenko PMK dalam hal ini menyampaikan bahwa Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi harus lebih memperketat seleksi ilmuwan diaspora yang diundang dalam program Visiting World Class Professor (VWCP). “Jika sebelumnya Dwi Hartanto merupakan satu dari 43 diaspora Indonesia yang diundang dalam program VWCP jilid pertama, maka untuk ke depannya yang bisa bergabung wajib bergelar profesor dan memiliki paten yang tercatat di lembaga bereputasi. Bahkan para ilmuwan tersebut juga masih produktif menulis artikel ilmiah dan karyanya terpublikasi di jurnal internasional. ” Agus menambahkan.

Agus mempercayai bahwa status Dwi sebagai mahasiswa doktoral TU Delft – setelah menyelesaikan S1 nya di jurusan Tektik Industri Institut Sains Akprind (Akademi Perindustrian) Yogyakarta 2005 – adalah kesempatan yang berharga. Bila bekerja tekun dan penuh integritas, bukan mustahil Dwi masih bisa meraih restasi. Karena itu, Agus mengharap selain kasus ini sebagai pembelajara bagi Dwi sendiri dan masyarakat, Dwi harus mulai dari awal untuk membangun kepercayaan publik. ‘’Kalau dia bisa menghasilkan prestasi tinggi dengan jujur, tanpa kepalsuan dan berpretensi mengejar popularitas, secara bertahap kepercayaan publik kepada Dwi Hartanto akan kembali. Tentu, itu perlu waktu,” ujarnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed